Asmaul Husna Al-Muhshi (Maha Menguasai/Menghitung)

Asmaul Husna Al-Muhshi (Maha Menguasai/Menghitung)

المقصد الأسنى فى شرح أسماء الله الحسنىTulisan berikut akan membahas salah satu bab dari kitab “Al-Maqshadul Asna fi Syarhi Ma’ani Asmaillah al-Husna” karya Al-Imam Al-Ghazali rahimahullah. Tulisan berikut akan membahas nama Allah Al-Muhshi (Maha Menguasai dan Menghitung).
Al-Muhshi secara bahasa bermakna menguasai, yaitu memahami dengan penguasaan yang luar biasa. Seperti disebutkan dalam sebuah hadits;
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ إِسْمًا، مِائَةٌ إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ.
Sesungguhnya Allah itu mempunyai 99 (sembilan puluh sembilan) nama, seratus kurang satu, barangsiapa yang dapat menguasainya, maka ia akan masuk surga,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Karenanya penetilitian dalam bahasa Arab disebut al-ihshaiyat, mengetahui dengan ilmu sehingga menguasai. Apabila ditambahkan kata ilmu atau kata ilmu ditambahkan pada kata maklumat dari sisi perhitungan dan penguasaan informasi secara menyeluruh dan teliti maka dinamakan ihsha’. Untuk itu terkadang Al-Muhshi dimaknai dengan Maha Mengetahui.
Al-Muhshi yang mutlak yaitu yang terbuka pada ilmunya batas-batas setiap informasi, jumlahnya dan nilainya. Seperti orang yang ahli bangunan, ia tahu berapa besi yang dibutuhkan untuk membangun rumah. Informasi kebutuhan besi itu terbuka bagi pakar/arsitek bangunan.
Nama Allah itu saling melengkapi dan terkait, seperti al-muhshi ini terkait dengan ilmu sehingga Allah menjadi sempurna karena tidak ada sisi-sisi yang terlewat atau kurang. Bila ingin tahu kehebatan Allah, lihatlah ciptaan-Nya. Seseorang dapat kagum pada sebuah perusahaan mobil karena ia melihat hasil produksi mobilnya, baik dari designnya atau pun kuwalitasnya. Maka bila seorang manusia ingin kagum kepada Allah haruslah ia mengetahui ciptaan-Nya.
إنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ﴿آل عمران:١٩۰﴾
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,” (Ali-Imran: 190)
Dan masih banyak ayat-ayat Allah yang menjelaskan ciptaan-ciptaan-Nya. Dengan mengetahui ciptaan-Nya maka seorang hamba akan dapat kagum kepada Allah dan akan semakin mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala.
Kadang-kadang seorang muslim kurang tanggap kepada ciptaan Allah, ia lebih tanggap kepada ciptaan makhluk. Ia kagum terhadap bagusnya rumah yang dibuat oleh seorang arsitek, tapi ia tidak kagum terhadap bumi yang telah Allah ciptakan. Karenanya dalam do’a bercermin, dicontohkan untuk memuji ciptaan Allah.
اَللَّهُـمَّ كَمَا حَسَّـنْتَ خَلْقِـيْ فَحَسِّـنْ خُلُقِـيْ
Ya Allah sebagaimana Engkau telah ciptakan aku dengan baik, maka perbaikilah akhlakku.
Manusia banyak yang tidak merasa akan keagungan ciptaan Allah karena hatinya dipenuhi dengan dosa, jauh dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Kesehariannya hanya memikirkan urusan dunia saja.
Semua yang Allah ciptakan adalah Al-Haq, tidak ada yang sia-sia apa yang telah Allah ciptakan. Bila pikiran seseorang haq maka ia akan dapat mengetahui ciptaan Allah yang al-haq. Kenapa itu terjadi? Itu disebabkan makanan dan pakaiannya berasal dari yang batil sehingga ia tidak dapat terhubung kepada ciptaan Allah yang haq. Rasulullah saw. bersabda;
Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, ia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rosul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih” (QS Al Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh: 172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)
Kebanyakan di masyarakat hari ini, mereka berlomba-lomba untuk berinfak tapi sumbernya tidak pernah diperhatikan. Mereka berlomba-lomba berinfak tapi mereka lupa dari mana harta yang mereka infakkan didapatkan? Kebanyakan mereka memperoleh harta itu dari korupsi, riba dan lainnya. Bila kondisi seperti itu maka tidak ada gunanya bicara infak. Infak itu baru bermanfaat bila hartanya didapat dengan cara yang halal dan jenisnya pun halal. Karenanya berbicara tentang infak tanpa berbicara asal muasal harta yang digunakan berinfak tidak ada gunanya. Seperti shalat, orang berbicara shalat tapi tidak pernah berbicara tata cara wudhu maka pembicaraan itu tidak ada gunanya karena shalatnya tidak sah.
Bila seorang muslim tidak punya format hidup yang haq, mulai dari informasi ilmu sampai kepada makanan dan pakaian yang dia pakai maka susah rasanya ia dapat merasakan ilmu Allah Ta’ala. Padahal Allah sangat luar biasa Maha Al-Muhshi, tidak ada sesuatu informasi tentang apapun yang tertutup dari Allah karena Ia yang menciptakannya. Bahkan setiap daun yang jatuh dari pohonnya pun Allah mengetahuinya. Dahsyatnya ilmu Allah Ta’ala itu sehingga Allah disebut dengan Al-Muhshi.
Manfaat dan hikmah apa yang didapat oleh seorang hamba dari nama Allah Al-Muhshi? Seorang hamba memiliki pengetahuan terhadap sebagian informasi , tapi ia juga lemah terhadap informasi yang lain. Contoh saja dokter spesialis mata, ia telah diberi informasi yang banyak tetang mata. Tapi apakah dokter itu mengetahui semua informasi tentang mata? Jawabannya tidak. Ketika dokter itu ditanya, kenapa letak matanya berada di depan? kenapa mata tidak diletakkan satu di depan dan satu di belakang? Kenapa mata ada putih dan hitamnya? Kenapa mata diciptakan sebesar itu? Maka dokter itu tidak akan bisa menjawabnya. Jadi meski manusia sudah pakar, ia tidak akan bisa menguasai semua bidang ilmu. Oleh karena itu, hikmah yang didapat seorang hamba bahwa manusia di hadapan ilmu Allah sangat lemah sekali. Bahkan di akhirat, manusia tidak akan memiliki kekuatan dan pertolongan kecuali dari Allah. Sehingga keluarlah ungkapan, “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah.”
Karenanya, tidak lah pantas seorang hamba yang lemah membangkang perintah Allah. Karena secara prinsip ia menyerah kepada Allah karena lemah.
Manusia tidak memiliki pengetahuan kecuali apa yang telah Allah ajarkan. Allah menciptakan dan Dia pula yang mengajarkan. Hanya saja, ilmu Allah tidak dapat datang hanya melalui mimpi, tenaga dalam dan lainnya. Ilmu Allah akan datang bila telah dicari. Wajarlah Imam Syafi’i mengajarkan kepada kita;
أَخِي لَنْ تَنَالَ العِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَدِرْهَمٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُوْلُ زَمَانٍ
Saudaraku! Kamu tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali dengan enam perkara, akan aku beritahukan perinciannya dengan jelas;  kecerdasan, rakus (terhadap ilmu), kesungguhan, hHarta benda (bekal), dekat dengan guru dan waktu yang panjang.”
Belajar butuh kepada kecerdasan. Maka terkadang orang yang sedang belajar seringkali mengatakan “Susah sekali pelajaran.” Karenanya seoang muslim harus membangun kecerdasannya dengan membangun otaknya. Bila ia mengalami kesulitan, itu disebabkan ia tidak membangun kecerdasannya. Bahkan orang yang mengalami keterbelakangan mental, ketika diajarkan kepada mereka Al-Qur’an, mereka lebih cepat berpuluh-puluh kali lipat hafalannya dari orang yang normal.
Banyak beredar video di youtube, anak-anak yang berkubutuhan khusus ketika diajarkan al-Qur’an, kecepatan mereka menghafal berpuluh-puluh kali lipat lebih cepat dari orang normal. Ketika ditanya hitungan-hitungan 2 x 2, dia tidak bisa menjawab. Tapi ketika ditanya tentang al-Qur’an semuanya bisa dijawab olehnya. Ini menunjukkan bahwa mereka telah Allah format sebagai ahlul akhirah.
Selain karena kecerdasan, seorang akan mendapatkan ilmu bila ia memiliki sifat hirsun (rakus dan konsen). Ketika menuntut ilmu harus konsen, tidak sambil main HP seingga memalingkan perhatiannya dari mencari ilmu kepada HP. Orang yang memiliki hirs juga akan mengejar ilmu dimana saja berada. Bila bentrok antara bisnis dan mencari ilmu maka dia akan mengutamakan mencari ilmu meski nilai bisnis yang ditinggalkannya bernilai jutaan rupiah.
Begitu pula ijtihad (sungguh-sungguh) merupakan sifat yang harus dimiliki oleh orang yang hendak menuntut ilmu, ia tidak kenal lelah.
Seseorang yang mencari ilmu juga harus dekat dengan guru. Kalaulah mobil saja membutuhkan sopir, maka seorang yang mencari ilmu pun membutuhkan seorang guru untuk mengarahkannya supaya tidak tersesat.
Orang yang mencari ilmu juga membutuhkan modal untuk belajar, baik untuk beli kendaraan, buku atau sarana belajar lainnya.
Terakhir, seorang yang mencari ilmu juga harus meluangkan waktu. Berapa lama waktu yang perlu diluangkan untuk mencari ilmu? Waktu untuk mencari ilmu tiada batas, dari lahir sampai liang lahad. Dalam sebuah syair dikatakan;
Mencari ilmu tanpa mau bersusah payak maka dia baru akan mendapatkan ilmu setelah burung gagak berubah warna menjadi putih.
Syair itu menggambarkan bahwa mustahil orang akan mendapatkan ilmu bila tidak mau susah payah. Untuk itu dalam Islam, ilmu itu harus didatangi bukan ilmu yang datang. Hal seperti ini sudah langka, kebanyakan sekarang para guru yang datang ke rumah mengajarkan ilmu.
Allah telah memberikan 3 sarana untuk menuntut ilmu yaitu pendengaran, penglihatan dan lisan. Maka orang yang tidak menggunakannya untuk membaca termasuk orang yang merugi. Imam Syafi’i berkata;
Siapa yang tidak sabar mencari ilmu maka dia akan menyesal sampai mati.
Perkataan beliau menggambarkan bahwa kesulitan mencari ilmu itu tidaklah seimbang dengan manfaat ilmu yang bisa didapat. Karenanya orang yang belajar sekolah diantar pakai mobil, tidak bersusah payah maka ilmu yang didapatnya pasti hanya sedikit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Al-Mukmin (Menjadikan Pribadi yang Jujur) | Asmaul Husna

Pengertian Ijma' Menurut Bahasa dan Istilah

Macam-macam Qiyas